-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Unimal di Mata Wamen, Kampus Damai, Riset Mendunia

Jumat, 19 September 2025 | September 19, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-19T12:04:00Z

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Dikti Saintek), Prof. Stella Christie, Ph.D. Foto: Bustami

SORE
itu, Kamis, 18 September 2025 pukul 15.00 WIB, Kampus Bukit Indah di Lhokseumawe seakan berdenyut lebih cepat dari biasanya. Udara laut yang hangat bercampur semilir angin pegunungan menyambut kedatangan seorang tamu penting, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Dikti Saintek), Prof. Stella Christie, Ph.D.

Di halaman Gedung Laboratorium Teknik Energi Terbarukan, barisan mahasiswa tampak rapi menyambut, sementara para dosen sibuk menyiapkan hasil riset yang akan dipresentasikan. Senyum gugup dan antusias tampak berganti di wajah mereka. Ada semacam rasa bangga, sekaligus harap, bahwa jerih payah riset yang dilakukan jauh dari hiruk-pikuk pusat kota, hari itu akan benar-benar dilihat oleh negara.

Universitas Malikussaleh bukan kampus biasa. Ia lahir dari rahim sejarah Aceh yang getir. Penegerian Unimal pada 2001 adalah bagian dari strategi pasca-konflik, sebuah ikhtiar membuka akses pendidikan tinggi bagi masyarakat yang pernah terjebak dalam lingkaran ketidakpastian.

Rektor Unimal, Prof. Dr. Herman Fithra, ASEAN Eng., mengingatkan kembali kisah itu di hadapan Wamen. Dengan nada tenang namun penuh makna, ia berkata:

“Unimal hadir untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan. Dari tanah yang dulu penuh luka, kini lahir ruang belajar bagi anak-anak bangsa, bahkan hingga dari luar negeri, termasuk Kamboja. Keberagaman ini adalah cermin bahwa Unimal menjaga kebhinekaan dalam bingkai syariat Islam.”

Kata-kata itu mengalir di antara sorot mata dosen dan mahasiswa yang hadir. Banyak dari mereka adalah generasi yang lahir setelah damai, yang mungkin hanya mendengar cerita konflik dari orang tua. Bagi mereka, Unimal adalah simbol Aceh baru: damai, inklusif, dan penuh peluang.

Ruang presentasi itu sederhana, tetapi semangat yang terasa di dalamnya meluap-luap. Ketika giliran Dr. Zulnazri, MT., Ketua Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUI-PT) Teknoplast melakukan presentasi, ia tampak menahan degup jantungnya. Di hadapannya, bukan hanya rekan sejawat dan mahasiswa, melainkan seorang wakil menteri yang datang jauh-jauh dari Jakarta.

Dr. Zulnazri memperlihatkan hasil riset pengolahan limbah plastik menjadi material polimer ramah lingkungan. Di luar sana, di meja kecil, sampel plastik daur ulang tersusun rapi, sebagian sudah berbentuk produk siap pakai. “Kami ingin limbah yang dulu dianggap masalah, kini jadi solusi,” katanya.

Tak jauh dari sana, di lantai pertama pintu masuk, Prof. Dr. Adi Setiawan, MT. menunjukkan biopelet berbahan dasar limbah kopi. Butiran hitam kecil itu, yang mungkin bagi orang awam tampak biasa, sejatinya adalah energi alternatif yang bisa menggantikan gas elpiji. “Aceh punya kopi, dan dari kopi kita bisa menghasilkan energi bersih,” jelasnya.



Wamen Prof. Stella mendekat, menatap, lalu mengambil salah satu sampel plastik daur ulang dengan tangannya. Ada keheningan sejenak, sebelum ia berkata lirih:

“Luar biasa sekali apa yang sudah dilakukan dosen-dosen peneliti Unimal. Fokus riset pada pengolahan limbah plastik dan energi alternatif dari kopi ini menunjukkan karakter penting bagi universitas untuk maju.”

Tatapan itu, sederhana namun sarat makna. Di baliknya ada pengakuan: riset di ujung barat Indonesia ini bukan sekadar eksperimen di laboratorium, melainkan bagian dari narasi besar Indonesia menatap masa depan.

Dalam beberapa tahun terakhir, Unimal telah menorehkan capaian yang tak bisa dianggap remeh. Kampus ini dipercaya pemerintah mengelola program KIP Kuliah terbanyak di Indonesia, sebuah kepercayaan yang berarti ribuan anak dari keluarga kurang mampu bisa menjejak bangku kuliah.

Tak berhenti di situ, Unimal menambah 15 gedung baru dalam tiga tahun terakhir. Dosen-dosennya pun berangkat ke mancanegara melalui beasiswa LPDP, memperluas jejaring ilmu pengetahuan dan membawa pulang pengalaman berharga untuk mahasiswa.

Namun, Prof. Herman tahu bahwa dunia riset bukan hanya soal capaian, melainkan kesinambungan. Ia berharap dukungan pemerintah, khususnya untuk Teknoplast, agar bisa mengembangkan teknologi daur ulang plastik dalam skala besar di Kota Lhokseumawe.

“Kami sudah memasang instalasi produksi daur ulang plastik dalam jumlah besar. Harapannya, ini bukan sekadar riset di atas kertas, melainkan benar-benar menghasilkan produk unggulan berbasis inovasi kampus,” ungkapnya.

Dalam sesi dialog, Prof. Stella menguraikan arah besar kebijakan pemerintah. Presiden, katanya, memberi perhatian khusus pada sains dan teknologi, bahkan dengan mendirikan kementerian baru yang mengintegrasikan pendidikan tinggi, riset, dan teknologi.

Ia menyinggung dana strategis dari LPDP senilai Rp1,8 triliun yang disiapkan untuk hilirisasi riset. Energi terbarukan dan pengelolaan sampah menjadi prioritas, dan di situlah riset Unimal menemukan relevansinya.
Hasil riset pengolahan limbah plastik menjadi material polimer ramah lingkungan

Tak hanya itu, ia juga mengaitkan kunjungannya dengan rencana pembangunan SMA Unggul Garuda di Aceh Utara. “Sekolah Garuda adalah visi Presiden untuk memperkuat SDM sains dan teknologi sejak SMA. Jika dibangun di Aceh Utara, kami berharap Unimal dapat berperan aktif sejak tahap awal,” ujarnya.

Kalimat itu bagai pintu yang dibuka lebar, memberi kesempatan bagi Unimal untuk terlibat langsung dalam mencetak generasi baru yang kelak bisa melanjutkan tongkat estafet riset.

Prof. Stella menyampaikan bahwa riset tak boleh berjalan sendiri-sendiri. “Sains harus menyatu dengan kemanusiaan. Energi, plastik, kesehatan, sosial, semuanya harus saling terkait. Barulah kita bisa memberi dampak nyata bagi masyarakat,” katanya.

Sore itu, ketika matahari condong ke barat, Wamen menutup kunjungannya dengan meninjau langsung produk Teknoplast dan biopelet. Senyum puas tampak di wajahnya. Bagi dosen dan mahasiswa Unimal, senyum itu lebih berharga dari seribu janji.


Unimal, yang dulu hanya mimpi di tengah konflik, kini benar-benar menatap masa depan.[]

×
Berita Terbaru Update