
Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Herman Fithra ASEAN Eng saat berada di sebuah perkampungan usai bencana banjir di kecamatan Langkahan, Aceh Utara.
HARI masih pagi ketika Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Herman Fithra ASEAN Eng dan tim relawan Unimal, berangkat dari kediamannya di Lhokseumawe. Sabtu, 6 Desember 2025, pukul 07.00 WIB, ia memulai perjalanan panjang menuju daerah yang tengah dilanda musibah besar di Kecamatan Langkahan, Aceh Utara. Di tangannya, ia membawa amanah berupa bantuan dari civitas akademika Universitas Malikussaleh, Dharma Wanita BSI, serta keluarga besar Norman Adnan Ganto.
Namun perjalanan itu tidak seperti biasanya. Rute yang normalnya hanya memakan waktu satu jam, berubah menjadi perjalanan melelahkan selama lebih dari tiga jam setengah. Jalan menuju Langkahan rusak parah, beberapa bagian terputus, sebagian badan jalan tergerus banjir, dan hanya menyisakan setengah dari jalur semula. Debu tebal akibat longsoran tanah semakin memperburuk medan.
“Ini bukan kondisi perjalanan yang normal,” ungkap Prof. Herman dengan nada berat. Ia menggambarkan bagaimana jalanan dari Panton Labu menuju Langkahan seakan berubah menjadi lintasan bencana, dengan lubang besar, tumpukan lumpur, dan tebing jalan yang nyaris ambruk. Di beberapa titik, kendaraan harus melaju perlahan karena arus banjir sebelumnya telah menghanyutkan separuh badan jalan.
Setibanya di Langkahan sekitar pukul 10.30 WIB, suasana pilu langsung menyergap. Prof. Herman terdiam melihat kenyataan yang ada di depannya, rumah-rumah rata dengan tanah, hanya menyisakan pondasi yang tertutup lumpur tebal. Tidak sedikit warga yang kehilangan seluruh harta benda, menyisakan pakaian yang melekat di tubuh.
“Sulit membayangkan betapa beratnya musibah ini,” tuturnya pelan. “Rumah-rumah hancur, lumpur setinggi betis hingga pinggang, dan akses jalan rusak parah. Namun masyarakatnya tetap tersenyum, tetap menyambut kami dengan ramah.”
Sepanjang perjalanan memasuki kawasan terdampak, ia melihat masyarakat bertahan di tenda-tenda darurat yang didirikan di pinggir jalan. Terpal menjadi atap, tanah berdebu menjadi alas tidur. Semua itu mereka lakukan karena rumah mereka sudah tidak tersisa lagi. Di setiap titik yang dilalui, para pengungsi menyampaikan permintaan sederhana namun mendesak "air bersih".
Kebutuhan air bersih menjadi hal paling krusial saat ini. Selain itu, masyarakat juga sangat membutuhkan makanan siap saji, susu bayi, obat-obatan, serta perlengkapan untuk perempuan dan lansia.
“Kami mengajak semua pihak untuk membantu. Silakan salurkan bantuan ke Langkahan. Air bersih adalah kebutuhan paling mendesak,” harap Prof. Herman.
Meski berada dalam kondisi sulit, ada satu hal yang membuat hati Prof. Herman tersentuh dengan keramahan masyarakat Langkahan. Dari orang tua hingga anak-anak, mereka menyambut kedatangan rombongan tanpa keluhan, tanpa berebut, dan selalu mengucapkan terima kasih. Bahkan di tengah duka, senyum tidak pernah lepas dari wajah mereka.
“Inilah keistimewaan rakyat Aceh,” kata Prof. Herman. “Walaupun sedang ditimpa musibah, mereka tetap kuat, ramah, dan tabah.”
Bantuan yang dibawa Unimal disalurkan ke dua desa terdampak paling parah, yaitu Desa Langkahan dan Desa Gedumbak, Kecamatan Langkahan. Bantuan tersebut diharapkan mampu meringankan beban masyarakat sembari menunggu penanganan lebih lanjut dari berbagai pihak.
Musibah ini menjadi pengingat betapa pentingnya solidaritas. Di tengah akses terbatas dan kondisi lapangan yang berat, kehadiran bantuan sekecil apa pun menjadi cahaya harapan bagi warga Langkahan yang masih berjuang bangkit dari bencana.[]