![]() |
| Ilustrasu pengangkata CPNS dan PPPK. (Foto: Hendi Novian/Radar Bogor) |
Jakarta – Pemerintah secara resmi menetapkan kebijakan baru mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Berdasarkan aturan terbaru, PPPK paruh waktu hanya akan dikontrak selama satu tahun, namun dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan instansi dan hasil evaluasi kinerja pegawai.
Kebijakan ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas bagi instansi pemerintah dalam menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja dengan beban tugas yang ada. Selain itu, langkah ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi birokrasi sekaligus membuka lebih banyak peluang kerja bagi tenaga non-ASN di berbagai sektor.
Dasar Hukum PPPK Paruh Waktu
Ketentuan mengenai sistem kerja PPPK paruh waktu diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Melalui regulasi ini, pemerintah menegaskan bahwa PPPK paruh waktu merupakan bagian dari aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja dengan jam kerja terbatas, namun tetap memperoleh hak, kewajiban, dan perlindungan hukum sebagaimana ASN penuh waktu.
Masa Kontrak dan Syarat Perpanjangan
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa masa kontrak PPPK paruh waktu berlangsung selama satu tahun. Setelah masa kerja berakhir, kontrak dapat diperpanjang jika pegawai memenuhi sejumlah syarat, antara lain:
Menyusun dan mencapai target Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
Menunjukkan kinerja baik dan konsisten selama masa kontrak berlangsung.
Lulus evaluasi kinerja yang dilakukan secara berkala, baik setiap triwulan maupun pada akhir tahun masa kerja.
Apabila seluruh persyaratan tersebut dipenuhi, maka instansi berwenang dapat memperpanjang masa kerja PPPK paruh waktu sesuai kebutuhan jabatan dan formasi yang tersedia.
Kondisi yang Mengakhiri Kontrak
Selain karena berakhirnya masa kontrak, terdapat beberapa kondisi lain yang dapat menyebabkan pemberhentian PPPK paruh waktu, di antaranya:
- Berakhirnya masa perjanjian kerja tanpa perpanjangan, apabila instansi tidak lagi membutuhkan tenaga atau jabatan tersebut telah dihapus.
- Perampingan struktur organisasi, misalnya karena restrukturisasi atau efisiensi birokrasi yang menyebabkan penggabungan atau penghapusan jabatan.
- Ketidakmampuan jasmani atau rohani, yakni ketika pegawai tidak lagi mampu melaksanakan tugas karena gangguan kesehatan fisik maupun mental.
Manfaat dan Tujuan Kebijakan PPPK Paruh Waktu 2025
Kebijakan PPPK paruh waktu yang tertuang dalam Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025 dan disahkan pada 13 Januari 2025, membawa sejumlah manfaat bagi tenaga kerja di sektor pemerintahan.
Melalui skema ini, pemerintah memberikan kesempatan bagi tenaga honorer dan non-ASN untuk memperoleh status sebagai ASN, meskipun dengan jam kerja terbatas. Pegawai tetap menerima hak kepegawaian, perlindungan hukum, serta kewajiban sebagaimana ASN penuh waktu.
Menurut Kementerian PANRB, gaji PPPK paruh waktu ditetapkan paling sedikit setara dengan penghasilan terakhir saat menjadi tenaga honorer, atau minimal sesuai Upah Minimum Daerah (UMD) di wilayah penugasan.
Selain itu, pegawai PPPK paruh waktu juga memperoleh kepastian penghasilan tetap dan dapat mengakses fasilitas keuangan, seperti kredit perbankan, sesuai dengan kebijakan masing-masing lembaga keuangan.
Langkah Reformasi Kepegawaian
Kementerian PANRB menyebut, kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi kepegawaian nasional untuk memperkuat sistem ASN yang adaptif, efisien, dan inklusif. Dengan masa kontrak yang fleksibel serta mekanisme kerja berbasis kinerja, PPPK paruh waktu diharapkan mampu meningkatkan pemerataan tenaga ASN dan memberikan kepastian hukum bagi tenaga honorer di berbagai instansi pemerintah.
“Skema PPPK paruh waktu adalah solusi bagi instansi yang membutuhkan tenaga tambahan tanpa menambah beban anggaran yang besar, sekaligus memberi peluang kerja yang lebih luas bagi masyarakat,” ujar salah satu pejabat Kemenpan RB.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap tercipta sistem kepegawaian yang lebih dinamis, profesional, dan responsif terhadap kebutuhan pelayanan publik di seluruh wilayah Indonesia.
